traveled in 15 countries Read more Jakarta
  • Day 13

    Venice

    April 28, 2023 in Italy ⋅ ☁️ 17 °C

    Kalau Venice adalah seorang manusia, apakah dia bahagia? Populer, indah dipandang mata, unik tak ada yang menyamai, namun berapa banyak yang masih tinggal menemaninya sehari-hari ketika para turis itu pulang?

    Dari 175 ribu warga yang tinggal di Venice tahun 1950-an, saat ini tinggal 50 ribu orang yang tinggal di sana, sementara turis yang datang dalam setahun bisa mencapai 36 juta (tahun 2019). Sebagian turis tersebutpun kini menginap di Mestre, wilayah daratan di luar pulau utama. Karena hotel-hotel di Mestre lebih murah dan lebih baru.

    Venice adalah tempat mampir yang menyenangkan dan bikin ingin kembali. Kanal dan lorong-lorong sempitnya kadang membuat kita tersesat dalam masa lalu. Belum lagi sejumlah acara seni tingkat dunia yang diselenggarakan di sini, seperti Venice Art Biennale, Architecture Biennale dan lain-lain, makin menjadikan Venice seperti panggung pertunjukan yang ramai dikunjungi orang lalu setelah pertunjukan selesai orang akan pulang.
    Read more

  • Day 12

    Colloseum

    April 27, 2023 in Italy ⋅ ☀️ 23 °C

    Didirikan tahun 72 masehi, Colloseum sama tuanya dengan kekristenan. Orang jaman itu mungkin tidak menyangka bahwa dua ribu tahun kemudian orang masih datang ke Roma dan kagum dengan bangunan-bangunan yang mereka dirikan.Read more

  • Day 11

    Vatican

    April 26, 2023 in Vatican City ⋅ ⛅ 23 °C

    Masuk ke Vatican harus antre, dan lewat pemeriksaan metal detector. Pun begitu, ribuan orang tetap mengantre hari itu, begitu juga dengan kami. Basilika Santo Petrus memang tampaknya dibuat supaya orang merasa kecil sekaligus merasa keheningan dan kusyuk, segalanya dibuat dalam skala yang besar. Sekedar pengingat pada dua hal yang sebetulnya berlawanan: yaitu bahwa kita ini kecil, namun di saat yang sama, manusia bisa menciptakan karya-karya besar dan luar biasa. Apalagi jika terinspirasi dari kebesaran Tuhan.Read more

  • Day 8

    Mount Titlis

    April 23, 2023 in Switzerland ⋅ ☁️ 5 °C

    Hari itu, dan mungkin juga pada hari-hari lainnya, Mount Titlis hanya berisi turis dari negara lain (Indonesia, India, Filipina, Meksiko dll) mungkin warga lokal sudah terlalu biasa dengan puncak gunung yang bersalju. Atau beberapa dari mereka datang untuk bermain ski, bukan untuk melihat dan merasakan salju.

    Lereng gunung yang terjal lebih dari 45 derajat diterabas dengan kereta gantung, memangkas perjalanan ke puncak Titlis hanya menjadi sekitar 15 menit. Di separuh perjalanan, kereta gantung biasa diganti menjadi kereta gantung yang bisa berputar 360 derajat dan muat sampai 75 orang. Perjalanan naik kereta gantung ini sudah menjadi sensasi wisata tersendiri sebelum sampai ke tujuan, karena ia membawa kita naik sejauh 2 kilometer ke puncak gunung. Engelberg, kota kecil tempat operator wisata Titlis ini berada, ada di ketinggian 996 meter, sedangkan puncak Titlis ada di ketinggian 3028 meter. Perubahan suhu yang di Engelberg sekitar 11 derajat, berubah menjadi - 1 derajat di puncak Titlis.

    Di puncak Titlis kita bisa menaiki jembatan gantung yang bergantung di atas jurang, bermain ski, bermain seluncuran es atau sekedar berfoto di sebuah anjungan yang menampakkan pemandangan sekitarnya dg indah. Sayang waktu kami datang, cuaca sedang berkabut. Kita juga bisa masuk terowongan yang menembus gunung, di mana es di dalamnya tidak pernah cair dari jaman digali dulu. Es di dalam gunung ini kabarnya berusia 5000 tahun, dan suhu di dalam terowongan ini selalu stabil di angka -1,5 derajat celcius.

    Yang paling ramai dikunjungi orang adalah seluncuran es, kita meluncur pakai ban atau kereta luncur, dan sesampainya di bawah disediakan travelator untuk naik kembali ke atas.

    Mount Titlis adalah perpaduan yang berhasil antara kekayaan dan keunikan alam dengan teknologi infrastruktur, yang menarik turis dari berbagai negara datang setiap harinya. Sebuah operator wisata (di antara banyak operator lainnya) di Zurich mengirim setidaknya 1 bis penuh berisi turis ke Titlis setiap harinya.
    Read more

  • Day 8

    Luzern

    April 23, 2023 in Switzerland ⋅ ☁️ 16 °C

    Sejak SMP saya sudah kepingin pergi ke Luzern. Well, sebetulnya waktu itu tidak tahu kalau nama kota yang ada gambarnya ada di sebuah buku itu bernama Luzern atau Lucerne. Waktu itu Papa saya bawa oleh-oleh buku tentang Swiss, dan salah satu gambarnya yg saya ingat adalah jembatan kayu (Chapel Bridge) yang ada di Luzern. Yang jelas waktu itu saya ingin ke Swiss. Nah baru sekarang ini saya teringat bahwa rupanya foto jembatan kayu beratap tersebut ada di kota Luzern, yang sekarang saya kunjungi dalam perjalanan ke Gunung Titlis.

    Kota yang kecil dan indah, dengan danaunya yang kelihatan damai (tentu saja damai karena saya datang sebagai turis he he).
    Read more

  • Day 7

    Zurich

    April 22, 2023 in Switzerland ⋅ ☁️ 19 °C

    Yang terbayang ketika melihat Zurich adalah tipikal kota-kota yang sering dimuat di Majalah Monocle. Kota yang bisa jadi rujukan ketika kita bicara soal pengelolaan kota yang ideal.

    Di Zurich kita bisa menemukan wilayah kota tua bersebelahan serasi dengan daerah pusat perbelanjaan yang lebih modern di Bahnhofstrasse. Yang kalau kita menelusurinya terus, ia akan berakhir di danau Zurich. Dan dari situ kita tidak jauh dari pedesaan dan puncak gunung jika kita bosan dengan suasana kota.

    Kota yang tampaknya ideal untuk bekerja dan menetap.
    Read more

  • Day 5

    Zaanse Schans

    April 20, 2023 in the Netherlands ⋅ ☁️ 11 °C

    Zaanse Schans memang cocok lokasinya untuk dibangun kincir angin. Angin yang bertiup di sana kencang dan dingin melunakkan tulang. Malam sepulangnya dari tempat ini, saya kerokan. Orang Jawa tetaplah orang jawa yang bisa masuk angin di mana saja.

    Tapi bukan hanya angin atau kincir angin saja yang istimewa dari tempat ini, melainkan karena desa wisata ini dikelola oleh komunitas, para pemilik tanah di desa tersebut.

    Awal mulanya juga dimulai dari advokasi, ketika warga di situ menolak desanya untuk dimodernisasi alias dibongkar. Mereka mempertahankan warisan kincir angin dan bersama-sama mengolahnya menjadi desa wisata. Maka kita bisa temukan bahwa untuk masuk kawasan ini gratis, namun untuk masuk ke sejumlah rumah tua di situ harus berbayar. Rumah-rumah itulah museum-museum mini, atau toko-toko lucu yang dikelola oleh pemiliknya masing-masing. Sebuah toko keju dan camilan yang agak besar cukup mampu mempekerjakan beberapa karyawan. Ada juga toko barang-barang unik yang dijaga ibu dan anak perempuannya. Si anak (foto slide ke 3) kuliah bisnis namun merasa ilmunya tidak cocok untuk diterapkan di tokonya karena ilmunya lebih mempelajari bisnis korporasi besar. Ia sendiri masih belum memutuskan apakah akan terus membantu ibunya mengelola toko keluarga atau akan mencari kerja lain.

    Model pengelolaan kawasan wisata seperti ini tampaknya menyenangkan, warga tetap menjadi pemilik lahan, tradisi/peninggalan masa lalu terjaga, sekaligus warga memperoleh penghasilan dari situ.
    Read more

  • Day 5

    Keukenhof

    April 20, 2023 in the Netherlands ⋅ 🌬 8 °C

    Di pagi hari ketika taman belum dibuka, bunga-bunga yang menghuni Taman Keukenhof menikmati hari barunya yang tenang. Ketika siang tiba, mereka akan melihat turis-turis berdatangan dari berbagai macam negara, naik ratusan bis yang memenuhi tempat parkir. Jangan-jangan jumlah turis yang datang sepanjang musim hampir sama dengan jumlah bunga di sana. Eh ternyata tidak ding, jumlah turis yang datang ke sana dalam setahun jumlahnya 1,5 juta orang, sedangkan ada 7 juta bunga yang tertanam di sana. Mungkin tidak ada jenis bunga lain di dunia ini yang ditonton sebegitu banyak orang dalam satu musim.

    Saya melihat tulip tumbuh tidak hanya di Belanda, ada juga di pot-pot penghias kota Zurich misalnya. Tapi entah kenapa tulip-tulip di Keukenhof rasanya jauh lebih bagus, lebih sehat dan warnanya lebih beragam. Mungkin karena kita tidak membayar karcis untuk melihat tulip di Zurich, jadi terasa biasa saja?

    Warna-warna tulip yg beragam menjadi daya tarik utama bunga ini, bahkan ada yang warnanya hitam. Sebetulnya tulip hitam itu adalah tulip ungu yang sangat gelap, tidak betul-betul hitam. Karena konon tidak ada warna hitam alami di alam ini. Menghasilkan tulip yang mendekati warna hitam merupakan upaya yang sulit.

    Tapi kenapa jutaan turis datang berjejalan hanya untuk menonton bunga? Mungkin karena bunga tersebut hanya tumbuh subur di musim semi, mungkin karena setiap warna tulip memiliki arti tersendiri, atau mungkin memang hidup kita butuh warna-warna seperti bunga.
    Read more

  • Day 3

    Oslo National Museum

    April 18, 2023 in Norway

    Oslo National Museum terletak sebelum kita memasuki area Aker Brygge, jadi cukup pas letaknya jika kita ingin menikmati Oslo di masa lalu lewat museum dan Oslo di masa kini lewat Aker Brygge. Kebetulan hari selasa itu museum buka sampai jam 7 malam. Selain Selasa dan Kamis, dia hanya buka sampai jam 5 sore. Di dalam museum bukan hanya ada koleksi klasik, namun juga koleksi benda dan karya seni jaman modern sampai kontemporer. Ada barang-barang teknologi vintage juga dipajang di sini.Read more

Join us:

FindPenguins for iOSFindPenguins for Android